Kamis, 02 September 2010

Septembe(r)usak


Seraya manusia-manusia tanpa arah mulai sepakat kepada satu destinasi. Sebuah destinasi pasti. Yaitu, akhir tahun. Alam tidak mungkin kamu kelitik. Tapi nasib bisa kamu bidik. Yang seperti apakah yang kau mau tembak. Itulah nasibmu.

Erangan manusia-manusia yang kehilangan identitas mulai mencari-mencari tanda pengenalnya. Cari saja sana didubur gurumu, barangkali tertinggal disana. Patah. Tinggal setengah. Bingung.
Kadang meraung pun masalah menjadi semakin besar.

Peringai manusia-manusia semakin menjauh dari citra Tuhan. Ataukah benar kata ibu bahwa neraka sudah bocor sehingga iblis-iblis sekarang punya sayap dan jaring memenjarakan budi pekerti manusia 2010. Dan tidak akan pernah dilepaskannya lagi.

Tahi demi tahi sudah manusia berojolkan. Entah berapa banyak deodorant yang sudah kamu oles diketiakmu yang sudah menjadi hitam itu. Sroot! Aku tidak berbicara tentang lapisan-lapisan. Selaput. Apalah itu. Ini teknologi hitam. Lupakan pergi hijau. Pecundang.

Emosi. Semua emosi. Lihat saja jalanan aspal. Mana ada sumringah ibu pertiwi? Mana ada tatap ranum garuda pancasila. Semua saling hujat. Menyumpah serapahkan ketidak adaan. Kalian lebih baik tidak ada. Hai lalat. Semua saling menyalahkan. Apalah itu, lalat.

Masa tidak bisa dibeli. Dilakukan. Semua tentang tindakan. Bukan konsep hidup mulia atau teori pelacuran tentang kehidupan. Kamu bisa melukiskan betapa bohongnya hidup itu indah. Hidup itu tidak enak. Hidup enak para pesohorlah yang harus kamu tanyakan. Tapi, belajarlah berjuang. Bukan mengejar hidup enak. Tapi berlomba-lomba untuk memberi.

Bejat! Anjing! Bangsat! Tai! Pelacur! Titit! Kontol! Memek! vokabulari yang sekarang menjadi senandung anak-anak ingusan. Mendengarnya saja rasa ingin mengepang tititnya. Atau mengkonroinya kalau perlu.

Edukasipun berubah menjadi periklanan. Menonjolkan keunggulan semu namun menelorkan siswa pembunuh. Membunuh negeri sendiri. Menyulut batangan rokok, meranjangi pelacur cyber, dan meneriakan kebobrokan presiden sendiri. Dikira sempurnakah seorang presiden itu?

Rusak.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar